Jumat, 13 Januari 2012

Lingkar Luka tak bertepi

Aku berdiri di sudut simpang jalan rumahmu, memandang ke jendela kamarmu yang tertutup. Sudah enam hari, kau tak pernah membuka jendela itu. Ada tanya besar dalam hatiku, ingin tahu apa gerangan yang terjadi. Tapi buntu otak ku memikirkan cara untuk tahu. Karena kau tak mengenal aku.

Tentang kamu, Sam.

Biasanya kau selalu terlihat di kamar itu. Duduk di bibir jendela dengan Laptop yang selalu terbuka. Diam-diam Aku mengintip mu,setelah kau memberitahukan alamat rumahmu. Kita berkenalan lewat  komunitas di salah satu jejaring sosial, aku tertarik karena tulisan-tulisan mu yang sedih. Lalu kita mulai berkomunikasi. Setiap hari tak pernah kita lewatkan tanpa sapa. Kau dan Aku, mulai merasa sesuatu yang lain selain persahabatan. Tapi tak pernah kita ungkapkan, karena kita tahu, itu tak pantas. Tak banyak yang kuketahui tentang kamu. Kata mu kau hanya tinggal seorang diri di rumah itu. Kedua orangtua mu tinggal di Volendam. Kau bercerita, Volendam salah satu kota kecil di Belanda yang terletak tepi laut yang cantik. Adik Perempuan mu sudah menikah, ikut suami ke Surabaya. Seorang tukang kebun, Pak No dan seorang pembantu, Mbok Surmin, hanya datang siang hari untuk membersihkan rumah besar itu. Kau tak banyak bercerita tentang kehidupan pribadimu. Akupun tak ingin bertanya lebih jauh. Bagiku, cukuplah kau seperti adanya saat itu.

Tentang Aku, Serena.

Usia ku tak muda lagi. Tahun ini genap empat puluh tahun. Ku ceritakan segalanya. Siapa aku dan bagaimana aku. Termasuk tentang rahasia terbesar dalam hidupku. Bahwa aku bukan perempuan baik, bahwa aku hanya tinggal sobekan lusuh, bahwa aku perempuan dengan seribu lingkar luka tak bertepi di hati. Mungkin jika ada alat yang bisa melongok ke hatiku, akan terlihat betapa banyak goresan disana. Dan aku menyembunyikan semua ini dari keluarga dan orang-orang sekitarku. Yang mereka tahu aku perempuan baik, tegar dan mandiri. Hanya kamu yang tahu sesungguhnya bagaimana aku. Entah mengapa, aku percaya padamu, menitipkan separuh hidupku . Banyak hal yang kau ajarkan padaku. Kau membuat aku mengenal satu dunia baru, dunia yang mampu mengusir sepi dan mengobati luka hidupku.

Tentang Kita.
..
Bahwa benar kita tak mampu lagi saling berdusta. Bahwa kita saling jatuh cinta. Bahwa ada aku dalam hidupmu. Namun kita sadar tak mungkin untuk bersama.  Segalanya goyah. Aku goyah, kau juga. Kita tak punya keberanian untuk lebih berani dalam melangkah. Menurut ku perbedaan usia yang sangat jauh akan membuat kita 'terlihat' aneh. Aku tak ingin menjadi sesal mu di kemudian hari. Menurut mu bukan itu, kau hanya merasa tak pantas buatku, tapi kau tak pernah menjawab tiap aku bertanya tentang apa yang 'tak pantas' itu padaku.. Kita sama-sama terluka. Luka yang menambah panjang goresan di hatiku, entah bagaimana dengan hatimu.
Lalu kau menghilang. Dengan sengaja kau hapus aku dalam setiap jalur komunikasi kita. Entah apa sebabnya, aku tak mengerti. Yang ada hanya rasa sakit dan takut. Takut kehilangan mu.

****
Sore ke tujuh, aku kembali ke simpang ini. Jendela mu masih tertutup. Rumah sunyi itu kelihatan semakin sunyi. Tiba-tiba seorang perempuan paruh baya keluar dari rumah itu. membawa sapu dan serokan sampah. Mungkin ini Mbok Surmin, bisik ku dalam hati. Aku bergegas menghampirinya

"Selamat sore bu, maaf mengganggu. Boleh saya bertanya?"
Aku menyapa perempuan itu dari balik pagar. Ia menoleh, lalu berjalan mendekati ku.

"Oh.. boleh mbak. Mau nanya apa ya mbak?"

"Benar ini rumahnya Sam?"
Perempuan itu setengah terkejut saat ku sebut nama mu.

"Benar.... mbak ini siapa ya?" perempuan itu menjawab dengan lirih. Ada keraguan di sana.

"Saya Serena, teman Sam. Sam nya ada?" Pandangan ku arahkan ke dalam rumah.
Lagi perempuan itu tersentak.

"Mbak Serena yang teman nya Fesbuk Mas Sam ya?"
Kali ini ganti aku yang terkejut. Kenapa dia bisa tahu? Pasti Sam yang bercerita.

"Mari silahkan masuk dulu mbak, saya mbok Surmin. Pembantu di rumah ini.
Ada yang mau saya sampaikan sama mbak, dari mas Sam."
Mbok Surmin, tepat dugaan ku. Pagar di buka, akupun mengikuti langkah mbok Surmin.

"Silahkan duduk mbak, saya ambil dulu titipannya." 
Rumah yang bersih, rapi namun jelas-jelas beraroma sepi yang menggigit.

"Ini mbak. Syukurlah mbak datang. Saya sudah bingung, takut tak mampu
menyampaikan amanah mas Sam. Ini pesan terakhirnya pada saya."
terkejut aku mendengarnya. Ada apa ini?

"Maksud mbok....?" kalimatku menggantung, jantung ku menerka-nerka.

"Mas Sam wafat sepuluh hari yang lalu mbak..... di Volendam."
kristal menggantung di mata tua perempuan ini.

Aku terhenyak, pusaran hitam tiba-tiba seakan mengejarku. Nafasku menderu, sesak bergemuruh di dada.
Perlahan rasa sakit menusuk jantung ku dengan membabi buta. Berdarah.
Lunglai aku pulang ke rumah, menggenggam sepucuk amplop amanah Sam pada ku.

Ku rebahkan tubuh lelah ku di ranjang, membuka amplop itu.
tulisan tangan Sam...
Serena, aku mencintai mu.

Maaf aku tak bisa bertahan lagi. Banyak yang tak kau ketahui tentang aku.
Aku tahu kau sering mengamatiku dari simpang jalan itu.
Kau cantik Serena.
Aku paling suka saat kau datang mengenakan kerudung oranye,
warna yang cocok buatmu.
Sejujurnya aku sangat menantikan kehadiran mu di simpang jalan itu, di setiap sore.
Sengaja aku berlama-lama duduk di pinggir jendela, agar kau puas memandang ku.
Nyaman rasanya menyadari kehadiran mu di sana, meski kita tak saling menyapa.
Maafkan aku tak berterus terang. Niatku baik, walau mungkin cara ku salah.

Serena...
Aku seorang lelaki cacat dengan jantung yang tak sempurna. Itu sebabnya kau selalu melihatku duduk di depan meja laptop ku kan? Karena aku tak mampu berdiri, apalagi berjalan. Cacat ini ku bawa sejak aku lahir.
Dokter bilang aku tak boleh berputus asa, namun aku tahu waktu ku tak banyak. Ini lah jawaban atas pertanyaan mu tentang  'tak pantas' nya hubungan kita.
Sampai aku mengenalmu, rasanya aku ingin hidup lebih lama. Tapi lagi-lagi aku tahu, tak mampu melawan semua sakit yang menyerangku. 
Jangan menangis Rena, aku tak ingin kau menuai luka lagi. Namun tak ada daya ku. Sengaja aku tak menghubungi, karena tak kuasa melihatmu bersedih. Tentang rahasia mu, aku lah si penyimpan abadi. Akan ku bawa bersama maut ku Rena. Jangan bersedih, kau wanita terhebat yang mencintai ku tanpa banyak tanya.
Aku merasa cukup, di akhir hidupku, menemukan cinta sebenar benarnya cinta.
Cinta kamu, terhadap aku.


Sam.

Ada selembar foto terselip, foto ku saat megintaimu di simpang jalan itu.
Kerudung oranye.

Kali ini air mata tak mampu ku hadang lagi. Tumpah ruah.
Maka disinilah aku sendiri sekarang menatap cakrawala, dan menitipkan sebuah doa yang penuh harapan untuk hari esok. Selamat jalan Sam, menarilah di langit. Karena sekarang kau tentu sudah bisa melakukan apa yang selama ini tak mampu kau lakukan.

Note : Untuk melihat karya Ramen yang lain silahkan klik di sini


Ingin bergabung dengan kami? Klik logo kami
1320907220703823535