Minggu, 09 Oktober 2011

Serena Menangis

Serena menangis.
Lama sudah ia tak menangis. Tangisnya kali ini terasa lebih pilu dari lagu-lagu yang mengisahkan tentang perpisahan. Lebih perih dari luka yang baru terkoyak dan ditetesi oleh perasan lemon. Bahkan lebih menyayat dari cerita tentang kematian. Sakit yang teramat sangat sepertinya mendera hati dan jiwa perempuan ini.
Dengan mata sembab, pucuk hidung memerah dan pipi yang masih menyisakan garis airmata, Serena berusaha untuk bangkit dari keterpurukannya. Berusaha membuang semua kenangan indah yang  tak ingin di kenang Serena dalam hidupnya kelak. Saat yang berat yang harus ia jalani demi menyelamatkan hatinya yang telah retak , kini pecah berkeping-keping dan tak mampu ia susun kembali. Terlalu berat baginya saat ini untuk menata serpihan hati yang berserak. Serena butuh waktu yang panjang. Meski ia tak berputus asa, berharap suatu hari nanti saat yang menghancurkan hatinya ini hanya tinggal sekeping kenangan.
Saat ini Serena sendiri, menatap layar monitor Laptopnya. Membaca satu persatu email dari Restu. Tak ada lagi Restu disisinya, juga di hatinya. Kehampaan yang tak pernah dibayangkannya selama ini menimbulkan kebimbangan di hati Serena. Tak akan ada lagi dering telepon di jam 12 malam tepat menghampiri ponselnya. Juga tak akan ada lagi pesan singkat di email yang selalu bernada manis, seperti yang saat ini sedang di bacanya kembali. Perlahan Serena mulai menghapus satu persatu, berharap yang dilakukannya mampu menghapus bayangan lelaki itu dari hati dan pikirannya.
Tak ada yang disalahkan dalam hubungan ini, Serena membatin perih. Karena terlalu rumit buat mereka berdua. Awal yang salah, di waktu yang salah. Sebenarnya Serena dan Restu sangat menyadari hal ini. Menyadari mereka mengawali sesuatu yang akhirnya akan menyakiti. meski tak tahu siapa yang lebih tersakiti. Dan akhirnya Serena lah yang lebih tersakiti. Menelan semua kepahitan dan kegetiran atas segala yang sudah ia lakukan.
Hari ini Restu menikah.
Pilihannya jatuh pada seorang gadis yang memang sepadan dengannya. Serena tahu, Restu pun tahu, bahwa saat ini akan tiba. Saat Restu bertemu dengan gadis yang cocok, atau sebaliknya, Serena menemukan lelaki yang menginginkannya. Mereka menyepakati soal ini dalam diam. Menunggu saat siapa yang akan lebih dulu melangkah, pergi meninggalkan yang lain. Seperti layaknya pertandingan, Serena dan Restu menanti dengan hati galau siapa yang akan menjadi pendahulu. Dan hari ini, Restulah sang pendahulu itu. Harusnya Serena tak perlu terluka, tak perlu menangis. Bergejolak batinnya berusaha mencari jawaban atas semua isaknya. Tapi tak ada jawaban, selain rasa perih dan sepi yang semakin mendera.
Setahun Serena mengenal Restu. Perkenalan yang diawali dengan ketidaksengajaan, ternyata berlanjut sampai sejauh ini. Serena tak pernah menyangka, komunikasi yang mereka bangun mampu menimbulkan perasaan yang sudah cukup lama tak menghampiri hatinya.
Serena tak berani berhayal tentang kelanjutan hubungan mereka kelak. Restu pun begitu, sangat menyadari apa yang sebenarnya akan terjadi dikemudian hari. Namun seakan tak mampu mengawal lajunya hasrat, semakin lama Serena dan Restu semakin terhanyut. Meski hanya dua kali bertemu, karena jauhnya jarak antara mereka berdua tak menjadi halangan berarti.Tanpa disadrari Serena dan Restu menciptakan pelekat atas hubungan mereka yang tanpa arah. Setiap malam, tepat di jam 12 Restu selalu menghubungi Serena. Sekedar menyapa untuk kemudian menghantarkan Serena kealam mimpi. Biasanya Restu suka membacakan tulisan-tulisannya, tak jarang pula Restu menyanyikan lagu penghantar tidur Serena. Memeluk Serena dalam hayal, itu selalu dilakukan Restu. Buaian yang indah, dan Serena tak yakin mampu melewati malam-malam tanpa Restu dimulai dari hari ini.
Lamunan Serena terus mengembara. Ingatannya melayang, jatuh pada saat pertemuan kedua dan terakhirnya dengan Restu. Sebab tak akan ada lagi pertemuan sejak saat itu. Serena masih ingat, pertemuan itu menjadi lebih istimewa dibanding pertemuan pertama mereka. Saat itu, untuk pertama kalinya Restu memeluknya dalam nyata, bukan hanya dalam hayal pengantar tidur seperti yang selama ini mereka lakukan. Pelukan hangat Restu tak bisa hilang dari pikiran Serena. Tak banyak kenangan nyata dalam hubungan mereka. Sedikit namun cukup membuat Serena mampu merekam dengan sangat baik semua tentang Restu . Ingatan yang mungkin akan menjadi teman tidur Serena, atau mungkin pula menjadi teman setia yang selalu berjalan bersama dalam hidupnya kelak. Serena tak tahu, benar-benar tak tahu. Biarlah hidupnya kembali berjalan seperti saat sebelum bertemu Restu. Selalu bergelung dengan sepi, bersahabat dengan bisikan hati dan tersenyum saat kepahitan melanda hatinya. Perempuan dengan hati yang penuh gurat luka ini menatap photo Restu dan dirinya, untuk yang terakhir kali. tersenyum dalam pelukan Restu yang hangat. Kehangatan yang akan menyelimuti tidurnya di malam-malam panjang kelak.