Senin, 03 Oktober 2011

Paris, 30 Juni 2011




Ini negara pertama diluar Jerman yang akan kami kunjungi. Dengan kereta ekspress dari Berlin Hbf kami bertolak pada pukul 13.15 siang waktu setempat. Perjalalanan kali ini cukup panjang, kira-kira 9 jam lagi baru sampai di Paris. Diperkirakan kami akan tiba pada pukul 10 malam waktu Paris. Inilah baiknya pelayanan transportasi disini. Ada beberapa negara eropa yang menjalin kerjasama menyambug jalur2 kereta mereka. Jadi tak mesti naik pesawat, naik kereta pun kita bisa sampai ke negara2 eropa lainnya, sepanjang negara tersebut masih memberlakukan Visa yang sama (Schengen). Soal tiket kereta saya kurang begitu paham. Sedikit yang saya tahu, karena kami turis diharuskan membeli tiket kelas VIP. Tiket tersebut bisa di pergunakan pada (maksimal) 6 negara yang akan dikunjungi, yang telah kita pilih sewaktu membeli tket tersebut. Jadi tak perlu berulang-ulang membeli tiket, cukup satu kali untuk seluruh perjalanan. Tak merepotkan dan sangat efisien ya.
Kereta yang kami tumpangi ini benar-benar pantas disebut 'kereta ekspress'. Disetiap pintu pemisah antar gerbong, tak sengaja saya melihat display kecil yang memantau kecepatan laju kereta. Saat itu saya baru menyadari, kereta yang kami tumpangi melaju degan kecepatan 300km/h, tanpa merasakan goncangan sedikitpun bagi penumpang didalamnya. Benar-benar nyaman dengan design layaknya pesawat terbang.



Paris, I'm in Love... salah satu judul film romantis Indonesia. Judulnya saja sudah cukup buat pembaca berhayal. Dan saya, yang saat ini sedang menuju tempat 'romantis' versi film tersebut, bertanya dalam hati, benarkah Paris tempat yang romantis? Kalau ya, seberapa romantis kah? Apa yang membuatnya menjadi romantis dan berbagai pertanyaan berkelebat dalam pkiran saya. Sebegitu hebatkah tempat ini, sehingga sering sekali kita mendengar cerita2 bernuansa cinta disini. Belum lagi banyaknya pasangan yang bercita-cita berbulan madu ke Paris, wah benar2 semakin membuat saya penasaran dan ingin cepat sampai.
Sekitar pukul 10 malam (walaupun hari msh terang) kami tiba d Paris. Sedikit kecewa, stasiun kereta tak sebersih di Jerman. Banyak sampah berserakan. Keluar stasiun angin lumayan kencang menyambut kedatangan kami. Cuaca di Paris nampaknya lebih bersahabat. Walaupun berangin tapi tak menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan. Kami berjalan mencari hotel yang sudah di pesan jauh-jauh hari sebelumnya. Sedikit informasi, di eropa kebanyakan hotel tidak menerima tamu yang belum mem-booking kamar. Setelah berkeliling (karena sulit menemukan plang nama jalan), akhirnya kami menemukan hotel tempat kami menginap. Ternyata letaknya tak begitu jauh dari stasiun. Selesai mandi, sholat dan makan, kami keluar hotel berjalan-jalan disekitar sambil mencari minuman hangat. Banyak cafe disekitar sini, tapi karena hari mulai larut, mereka pun bersiap untuk tutup. Ada sesuatu yang sedikit mengganggu pikiran. Paris terkenal sebagai kota wisata negara Perancis, seperti Bali juga di negara kita. Tapi perbedaan kehidupan malamnya sangat jauh berbeda. Disini jam 12 malam sudah mulai sepi, sedang di Bali justru baru memulai aktifitas. Alangkah sedihnya saya, budaya ngafe dan gemerlap malam kan milik mereka, kenapa justru negara kita yang kelihatan lebih 'mem-budayakan' ini ya. Lelah berputar sekitar kota, kami kembali ke hotel untuk beristirahat. Rencana besok kami mulai tur ketempat-tempat yang terkenal di Paris. Saya berharap semoga banyak manfaat yang didapat esok hari.
Pukul 07.00 pagi kami keluar hotel setelah sarapan. Di sebelah hotel kami menemukan toko kue khas india. Kue2 cantik beraneka warna ini menggugah selera kami. bentuknya macam-macam, sepintas seperti getuk, kue khas indonesia. Tapi rasa kue ini sangat manis, karena bahan utama terbuat dari gula. Setelah memilih beberapa macam kue, yang dipilih berdasarkan bentuk dan warna yang menarik selera, kami pun melanjutkan perjalanan.




Tujuan pertama kami, Museum Louvre. Museum yang menyimpan koleksi lukisan-lukisan terkenal dunia. lebih dari 10.000 lukisan di simpan disini, termasuk lukisan fenomenal Leonardo da Vinci : 'Mona Lisa' dengan senyum misteriusnya. Gedung museum ini dulunya bekas istana Raja Perancis, dengan arsitektur bergaya abad Renaissance. Museum yang dibuka sejak tahun 1793  ini termasuk museum terbesar dunia.

Di halaman gedung yang sangat luas, ada sebuah piramida kaca yang unik. Le Pyramida, begitu di sebut dalam bahasa Perancis. Piramida prisma kaca ini di buat oleh I.M Pei, seorang arsitek berkebangsaan Cina. Dibangun dengan tinggi 20m dan sisi 30m dan terbuat dari hampir 800 keping kaca berbentuk segitiga yang dirakit pada kerangka almunium membentuk prisma. Sungguh sebuah hasil karya teknis yang luar biasa. Pintu masuk museum berada tepat di bawah piramida ini. Pagi itu jam masih menunjukkan pukul 08.00 pagi, namun antrian pengunjung yang ingin masuk ke museum sudah cukup panjang.Ada dua jalur masuk, jalur pertama antrian untuk pengunjung yang hanya ingin masuk sampai Lobby gedung museum. Jalur kedua bagi pengunjung yang ingin masuk ke dalam museum dan membayar sebesar 10 Euro. Saya dan seorang teman memilih jalur kedua karena ingin melihat lukisan-lukisan serta berbagai macam hasil seni dunia, sedangkan tema-teman yang lain memilih menunggu sambil berbelanja di Lobby gedung museum. Cukup menarik, sangatlah pandai pihak pengelola menarik pengunjung yang tak ingin masuk ke museum namun tak pula bosan menunggu dengan membuka berbagai macam toko layaknya sebuah Mall. Jadi tak ada kata bosan selama menunggu bukan?.

Masuk ke museum yang sangat terkenal di dunia ini ada sedikit rasa istimewa di hati. Istimewa dalam artian bisa melihat hasil karya seni kelas dunia, yang tentunya mempunyai nilai seni yang tinggi pula. Gedung yang sangat luas dengan lebih dari 60.000 meter persegi dengan ruang pameran yang dibagi berdasarkan janis barang seni yang dipamerkan, cukup membuat kaki pengunjung lelah mengelilinginya. Setiap pengunjung dibekali peta museum. Karena luasnya, kami memutuskan hanya mengunjungi beberapa ruang yang terkenal saja. Seperti ruang Napoleon dan tentunya, mencari si Mona Lisa!

Kami lebih dulu menemukan Ruang Napoleon Bonaparte III. Tiap ruang di desain sesuai pada masanya terdahulu. Ada ruag pertemuan, ruang keluarga, ruang makan, ruang kerja dan juga bar tempat berkumpul bersama para bangsawan. Kebiasaan berkumpul menyelenggaraan pesta jelas terlihat dari luasnya ruangan pertemuan. Secara keseluruhan tatanan ruang ini menggambarkan tentang kehidupan sang Raja.


Kebiasaan, kemewahan serta kekayaan yang luar biasa tergambar jelas disini. Perpaduan warna emas dan merah sangat mendominasi. Dinding dan langit-langit dipenuhi dengan lukisan indah, sedangkan perabotan terbuat dari kayu kualitas nomor satu. Begitu pula kain pembalut sofa, terbuat dari beludru berwarna merah menandakan cita rasa sang Raja soal kemewahan serasi dengan gorden pada jendela dan pembatas ruang yang juga berwarna senada. Semakin menambah sempurna kemewahan yang ingin ditunjukkan oleh sang Raja dengan menambahkan lampu-lampu kristal berukuran besar yang bertengger di langit-langit gedung memancarkan sinar keemasan. Benar-benar mewakili jati diri sang Raja.






Puas berkeliling, kami menuju ruang-ruang pameran lukisan peukis terkenal lainnya. Lukisan berbagai ukuran, besar dan kecil di pajang memenuhi dinding museum. Pada umumnya lukisan menceritakan tentang kejayaan dan kekayaan raja-raja dan tentang kisah-kisah perjalanan penyebaran agama kristen pada masa itu.
Jika pelukisnya terkenal, biasanya penjagaanpun diperketat. Penjaga bermuka serius yang awas mata berkeliling di sekitar ruang.


Namun tak perlu takut bertanya, sebab ketika kita bertanya mereka akan langsung merespon dengan sangat baik. Pelayanan prima kelas dunia. Semua lukisan yang dipamerkan dilukis dengan sangat indah, namun saya tak yakin apakah lukisan-lukisan ini masih benar-benar asli atau replikanya saja. Tak menjadi soal, karena saya bukan kolektor.


Kami benar-benar kesulitan
mencari lukisan Mona Lisa. Berpuluh ruangan dan ratusan lukisan sudah kami lewati, namun yang dicari tak kunjung bertemu. Sedikit penasaran dalam hati saya bertanya,  kenapa sulit ya? Padahal ini kan termasuk masterpiece disini, seharusnya mudah untuk ditemukan. Tapi sudah hampir 1/2 jam kami mencari belum juga bertemu. Sewatu melihat peta, kami sudah berada pada blok yang tepat.
Tak menyerah, kami kembali menelusuri jalur sesuai pentunjuk peta. Kali ini kami berhasil. Disatu ruangan yang agak menjorok, ramai sekali orang berkerumun. Sewatu kami dekati, saya langsung tersenyum. Bukan senyum kagum, namun lebih tepat 'tersenyum lucu' menahan tawa. Ternyata lukisan yang dikerumuni banyak orang itu lukisan yang kami cari. Dan yang membuat saya tersenyum, ternyata lukisan itu sangat kecil! Pantas saja tak
kelihatan, kami membayangkan lukisan ini dalam ukuran besar seperti kebanyakan lukisan lainnya. Sejujurnya saya sedikit heran, mungkin karena saya bukan kurator (peneliti barang seni) yang mengerti nilai seni pada lukisan ini, jadi saya tak merasakan keindahan ataupun keunikannya.
Yang saya rasakan hanyalah fenomena kemashyuran cerita mulut ke mulut soal 'senyuman penuh misteri' Lisa Gherardini, istri dari Francesco del Giocondo yang di lukis oleh Leonardo Da Vinci dengan berbagai gosip yang menyertainya. Satu pelajaran yang bisa saya simpulkan, apapun bentuk seni itu, yang terpenting adalah kita harus menghargai, bagaimanapun bentuk dan siapapun penciptanya.

Selesai dengan Museum Louvre, kami bergerak menuju Notre Dame (katedral Notre Dame). Katedral kuno yang masih melakukan kegiatan Misa ini sangat ramai dikunjungi wisatawan, baik yang bermaksud hanya untuk melihat-lihat ataupun yang ingin mengikuti kegiatan rohani yang dilaksanakan katerdral tersebut. Saat kami tiba saja sudah cukup panjang antrian pengunjung yang ingin mengikuti acara Misa. Bangunan dengan arsitektur Gothic ini masih sangat baik walaupun dibangun pada abad 12 Paris.

Dihalaman luas katedral banyak sekali burung dara berkeliaran. Saat itulah saya baru menyadari sering melihat foto orang bersama burung dara yang jinak, ternyata disnilah  tempatnya. Tak mau me- lewatkan kesempatan, setelah dipancing dengan remah-remah roti agar mau  mendekat, kami pun langsung beraksi bersama burung-burung cantik yang ramah ini.


Setelah Notre Dame, kami kembali melanjutkan aksi keliling kota Paris. Tujuan selanjutya, Menara Eiffel. Karena kami ingin melihat Eiffel diwaktu siang dan juga malam hari, terpaksa kami harus datang 2 kali. Siang hari kami ingin melihat menara ini dengan jelas, dan malamnya ingin pula melihat lampu-lampu menara yang menyala. Semua setuju dengan rencana ini.                                                                               

Menara Eiffel diambil dari nama perancangnya, Gustave Eiffel yang selesai dibangun pada tahun 1889. Menara yang dibangun menyambut acara Pameran Dunia merayakan seabad Revolusi Perancis ini merupakan bangunan tertinggi di dunia pada saat itu. Berdiri di bawah menara ini serasa diri menjadi semut di kaki gajah. Menara yang tinggi dengan kaki-kaki yang kokoh membuatnya nampak semakin gagah. Rangkaian besi padu yang disusun bersilangan menambah keunikan menara. Inilah Eiffel disiang hari, yang dibangun di tepi sungai Seine menambah keindahan tersendiri, dan kami masih penasaran bagaimana penampilannya di malam hari.
Penat berjalan, kami mencari kedai minum untuk istirahat sejenak. Cukup jauh tempat kami menemukan cafe dari menara. unik sekali, kami harus berjalan lurus, kemudian naik tangga menuju sebuah lapangan . Sepintas kami mengira di lapangan itulah letak cafe, ternyata dibalik lapangan itu ada jalan raya yang ramai. Disinilah tempat melihat menara Eiffel dari kejauhan. Benar-benar bagus dan indah.
Malam nanti
rencananya kami akan melihat Eiffel dari tempat ini.
Akhirnya kami memilih salah satu dari sekian banyak cafe yang ada di sepanjang jalan. Cafe cantik dengan payung dan kursi berwarna merah sangat kontras dengan cuaca yang terik siang ini. tak ada rencana makan karena kami sudah mengisi perut dengan bekal yang di bawa saat kami kembali ke hotel untuk shalat Dzuhur.


                             


Sambil menunggu malam, kami memutuskan untuk menuju Champs-Elysees, salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi, khususnya bagi yang ingin berbelanja. Komplek termahal di dunia setelah Fifth Avenue di New York ini banyak berdiri rumah-rumah mewah dengan ukuran besar bergaya kastil.


Taman ditepi jalan, yang dibuat khusus bagi pejalan kaki juga sangat asri dan teduh. Banyak pula bangku2 taman yang disediakan bagi pengunjung untuk rehat sejenak sebelum melanjutkan berjalan kaki.


Setelah cukup panjang berjalan kaki, sampailah kami di komplek pertokoan yang terkenal di dunia, Champ-Elysees. Berbagai toko dan butik kelas atas, seperti Walt Disney's, Louis Vuitton, Channel, Zarra, Cartier, dan masih banyak lagi ada disini. Senang sekali rasanya bisa melihat langsung hasil karya perancang fashion kelas dunia. Jalanan sepanjang 2 Kilometer ini sangat ramai pengunjung. Namun rasanya tak penat menelusuri 'jalan terindah didunia', (demikian julukannya), sebab banyak hal baru yang kami temukan disekitarnya. 


Tanpa terasa kami sampai di ujung jalan, tempat berdiri dengan gagahnya Arc de Triomphe (Gapura Kemenangan), yang terletak di barat Champs-Elysees. Gapura ini dibangun atas perintah Napoleon Bonaparte sebagai bentuk penghargaan kepada tentara kebesarannya. Beberapa Selama di beberapa wilayah negara eropa, sering saya menemukan gapura-gapura. Setiap gapura yang dibangun sebagai tanda kemenangan ataupun kemakmuran raja yang memerintah pada saat itu. Bangunannya pun tak tanggung-tanggung, indah dan kokoh.

Tak terasa hari mulai malam. Lampu-lampu sepanjang boulevard Champs-Elysees mulai dinyalakan. Mungkin inilah penyebabnya sehingga ia dijuluki sebagai 'jalan terindah di dunia'. Ratusan sinar lampu jenis mercuri yang memancarkan warna ke emasan memang menambah romantis suasana disini. Tapi kami tak bisa berlama-lama, karena ingin pula melihat Eiffel di waktu malam. Bergegas kami kembali menuju menara tersebut. Menurut informasi yang kami terima, pada saat-saat tertentu ada lampu sorot yang disertai ribuan bahkan mungkin jutaan lampu-lampu kecil yang dinyalakan secara bersamaan. Moment inilah yang ingin kami lihat. Tetapi karena tak tahu kapan saat itu tiba, dan tak mau ambil resiko ketinggalan moment tersebut, maka kamipun segera berangkat kembali ke menara Eiffel.



Dikejauhan sudah terlihat Eiffel dengan penampilan barunya. Kami memilih untuk melihat Eiffel dari kejauhan, agar cahaya lampu terlihat dengan sempurna. Tempat khusus untuk melihat Eiffel di malam hari ini ternyata sudah ramai di padati pengunjung dengan tujuan yang sama tentunya. Lampu di badan menara sudah menyala. Dari sini terlihat jelas, sinar yang (lagi-lagi) keemasan melekat di seluruh menara, membingkai  bentuknya dengan jelas.

Saat asyik mengambil beberapa foto, tiba2 lampu-lampu sorot yang berada tepat di puncak menara menyala, disertai pula dengan lampu2 kecil berkelap kelip menambah cantiknya penampilan si Eiffel di malam ini. Orang-orang disekitar bersorak gembira, mungkin merasa beruntung bisa melihat moment tersebut yang berlanjut hanya dalam hitungan menit saja. Eiffel bak putri cantik jelita yang berdiri tegak di angkasa, dengan gaun gemerlap bertabur cahaya dan mahkota bersinar terang menyorot ke segala penjuru kota ini. Seakan ia menyapa seluruh pengunjung, memamerkan kecantikannya. Saya  pribadi juga merasa Eiffel jauh lebih cantik di malam hari. Kesan anggun dan sedikit angkuh menjadikannya semakin spesial dimata kami. Tak menyesal rasanya, walaupun badan sudah sangat penat seharian berkeliling dan kembali lagi ke sini. Terbayar impas dengan keindahan menara tersebut.
Perjalanan hari ini terasa menyenangkan. Cukup banyak tempat wisata di Paris yang kami kunjungi. Pagi esok kami akan bertolak meninggalkan kota ini, menuju Belanda. Jika memungkinkan kami berencana mampir sebentar di Brussell, Belgia.
Perjalanan yang cukup panjang, dan tentunya kami harus istirahat agar besok tak ada kendala masalah stamina. Sedikit catatan, wisata di Eropa banyak dilalui dengan berjalan kaki karena transportasi umum yang ada hanya kereta, bus  dan taksi. Khusus untuk taksi, biasanya mereka tak melayani rute2 pendek. Sedang kereta dan bus, tak semuanya memiliki stasiun yang dekat  dengan tempat-tempat wisata yang ingin di kunjungi. Pantas saja sering kita melihat wisatawan asing yang datang ke negara kita terbiasa berjalan kaki. Tak seperti kita yang manja, jika malas ke stasiun bus, dari depan rumahpun ada oplet dan  beca yang bisa membawa sampai tujuan.
Sebelum kembali ke hotel, kami mampir sebentar di toko membeli roti untuk sarapan esok hari. Soal makan, karena sudah sangat paham sulitnya mencari kedai makanan halal, kami membawa bekal dari Berlin. Jadi sehari ini perut kami masih bisa di merasakan nikmatnya nasi. Semoga besok kami bisa menikmati perjalanan berikutnya.



*Thanks to : Our Guide, dr. Riska Mayasari Srg
pemandu terbaik yang mengerti isi kantong rombongan, hahaha....